Kepada Tuan Pemilik Asa

Barangkali ini adalah coretan kesekian
yang kutulis diantara rindu dan cemburu.
Dalam gejolak rasa yakin dan ragu untuk
semua asa yang engkau beri.

Separuh hatiku meminta untuk berhenti,
namun sebelah lagi meminta candu.

Aku, kembali hanya bisa membisu,
memandangmu dalam beku.
Diam tanpa suara menantimu tuk hapuskan ragu.

Menjawab semua pertanyaanku,
menjelaskan apa yang begitu aku khawatirkan.
Meluruskan hal-hal yang selama ini takut
kusalahartikan.

Janji, perhatian dan senyum bersahajamu
itu... apa artinya, Tuan?

Adalah aku yang memilih untuk selalu ada.
Adalah kamu yang meminta agar aku selalu percaya.
Pundakmu tempat lelahku merebah.
Katamu aku adalah rumah kala kau disapa lelah.
Tapi, adakah kita benar ada dan senada
dalam detak yang seirama?
Akankah kejujuran yang selalu engkau pinta tetep ada?

Jangan tanya jawabku apa.

Karena bagiku, setiap perasaan membutuhkan kejelasan.
Sebab hati perempuan bukanlah mainan.
Jika memang engkau sayang,
ambil dan jaga ia sepenuh hati,
atau tinggalkan dengan sopan dan kata permisi,
tanpa meninggalkan harapan yang
membuatnya berangan dalam ilusi.

Jadi, katakan sekarang, Tuan.
Haruskah aku menetap atau pergi,
agar tak lagi dihantui harap?

Mia 7 Maret 2019

Komentar